Bakk !! Bukk !!
Bakk !! Bukk !!
Jdaaarrrr !!
“Hentiiiiiiiii….!”
Suara hantaman,
benturan, dan pekikan khas inilah yang memadati Gelanggang Mahasiswa pada Sabtu
(14/2) kemarin. Pasalnya, saat itu tengah diselenggarakan Kejuaraan Antar
Kelompok Latihan (Kejurlat) Merpati Putih oleh UKM Merpati Putih UGM. Kejuaraan
ini berlangsung selama dua hari, dan merupakan kejuaraan berlingkup se-DIY.
Diikuti oleh 17 Kolat yang terdiri dari bermacam universitas dan SMA, Kejurlat
2015 kali ini berlangsung meriah. Terdapat empat kategori yang dipertandingkan;
yakni kategori laga (fight), seni tunggal, stamina, serta power.
Dalam tulisan ini sendiri, ane
bakalan lebih fokus bercerita mengenai curhatan ane sebagai wasit juri (lagi).
Setelah menuai sukses pada perhelatan Kejurlat terakhir yang ber-level DIY-Jateng
(ceileeeh), ane diminta bertugas lagi sebagai wasit-juri (wajur) dalam Kejurlat
kali ini. Ane pun kontan menyanggupinya karena ane juga inget akan kapasitas
diri yang masih amatiran. Dan event yang bersangkutan pun juga masih
bersifat lokal. Tentu saja kemudian, curhatan yang berupa pandangan subyektif
ane ini tak akan bisa dibandingkan dengan pandangan mas-mbak wajur IPSI beneran
yang udah professional. Ini cuman curhatan seorang amatiran bro. hehe.
Hari pertama;
babak penyisihan fight.
Di hari pertama ini, ane dan
temen-temen memulai “kerja” kami. Dengan formasi; Mas Ajib yang telah
berpengalaman sebagai wajur IPSI DIY sebagai Ketua Pertandingan, Mas Pekik dan
Mas Pandu yang secara bergantian menjadi Sekretaris Pertandingan, dan kami yang
masih unyu-unyu ini sebagai wasit jurinya.
Kategori Laga; pokoke jotos-jotosan |
Babak penyisihan emang ane akui
sebagai fase “risih” bagi wasit juri. Hal ini dikarenakan oleh dua hal: (1)
dalam babak penyisihan, kami sebagai wajur (amatiran) istilahnya sedang
“pemanasan”. Jadi kadang masih belum fokus betul. Hal ini diperparah jika ada
wasit yang masih baru pertama kali mencoba turun ke arena pertandingan. Pasti
dah si doi panas dingin adem sari cekat cekot tak karuan. Hahaha. (2) dalam
babak penyisihan untuk event sekelas Kejurlat, banyak atlet yang turun adalah
atlet baru. Bahkan benar-benar baru. Jadi bila dikatakan dari segi teknik, gaya
bermain mereka masih “luar biasa” lah. Yap, benar-benar “diluar kebiasaan
pesilat normal”. Hehe. Tak apalah, namanya juga baru pertama. Yang penting
mencoba. Kan ada pepatah “A thousand miles journey begins with a single
step”. Eniwei, para pesilat “luar biasa” inilah yang kadang membuat kami
kewalahan. Entah karena pukulannya pake uppercut, nendangnya masih deket
selangkangan, pake siku, peluk-pelukan, dst. Wiih, susah dilihat gan pokoknya.
Hehehe.
Kategori Seni; paduan menawan antara keluwesan dan kekuatan |
Hari kedua;
babak semifinal & final fight
Di hari kedua ini kami jauh lebih
siap dari sebelumnya. Para pesilat yang bermain di hari inipun lebih matang
tekniknya. Jadi overall, lebih enak lah. Hanya, di hari kedua ini
terdapat pertandingan final. Kumpulan beberapa partai terakhir yang paling prestigious
dan paling panas. Pasalnya di pertandingan final inilah, semua kemampuan
sang atlet dipertaruhkan untuk dapat keluar menjadi sang juara. Tak lupa pula
para pendukung mereka. Para supporter yang berteriak dari kejauhan ini
semangatnya tak kalah membara dari atlet-atlet yang mereka dukung. Sorak sorai
membahana serasa membakar atmosfir Gelanggang malam itu. Nah, tekanan dari para
supporter ini yang kadang memecah konsentrasi kami sebagai wajur yang
bertugas di arena. Bayangkan saja, disaat ente jadi wasit, ngliatin orang
jotos-jotosan. Berusaha ngamatin betul apa aja serangan mereka, ada pelanggaran
atau nggak, pas jatuh sah atau nggak, atau malah pelanggaran… tiba-tiba banyak
suara kolektif para supporter yang teriak-teriak sinis, bahkan mungkin
mengintimidasi wasit juri. Itu malesin. Bener.
Kategori Stamina; lari..lari..lari..menaaaannggg |
Namun, bukan wasit juri namanya
kalau tak ada solusi. Jika berhadapan dengan hal yang demikian, solusinya;
anggap saja semua seperti para supporter biasa, dan tetap fokus pada
pesilat yang sedang bermain. Dalam contoh ekstremnya, coba saja minta mereka
yang berisik untuk menggantikan wasit yang sedang bertugas selama 1 partai
saja. Untuk membuktikan bahwa tugas menjadi wajur itu tidak mudah (terutama
wasit).
Karena itulah, mari kita membiasakan
menghargai keputusan yang telah dibuat oleh mereka yang memang tugasnya menjadi
“pengadil” di arena pertandingan. Toh kami sebagai wasit juri juga nggak akan
memihak. Karena tak ada untungnya pula kami memihak. Dan jika kami didapati
melakukan kesalahan, kami mengakuinya. Karena tugas ini cukup melelahkan. Kami
pun disini juga berusaha berlaku seadil mungkin. Karena pada dasarnya, belajar
adil itu dimulai dari diri sendiri kan ?
Kategori Power; pokoke hancurr lebuurrrkaaann |
Akhir kata, menjadi wajur itu sangat
menyenangkan, meski melelahkan. Ane sendiri mendapat banyak pembelajaran,
seperti belajar adil, tegas, cermat, sabar, dan pantang dalam melawan rasa
kantuk ! hahaha. Loe musti nyoba juga broo.
Tim Wasit Juri Kejurlat DIY 2015 |