Tentang Ane

Friday, February 21, 2014

Review Million Dollar Baby (2004)

Malam ini ane nonton film berjudul Million Dollar Baby. Ini mungkin masuk dalam salah satu film paling miris yang pernah ane tonton. Film keluaran tahun 2004 ini bercerita mengenai kehidupan seorang petinju. Yap, petinju. Seorang petarung yang berkelut dengan keringat, pukulan, serta impian.

            Pada awal film, penonton disuguhi oleh sebuah “perkenalan” mengenai dunia tinju. yakni sebuah pertandingan yang dimenangkan oleh “Big” Willie, bersama manajernya, Frankie Dunn (Clint Eastwood). Saat pertandingan selesai, seorang wanita bergegas menemui Frank. Ia diminta untuk mengajari wanita yang bernama Maggie Fitzgerald tersebut tentang tinju. Tak sampai dua detik sampai Frankie menolak permintaan tersebut. “I don’t train girls”, ujarnya dingin.

            Disinilah cerita bermula. Maggie yang bersikeras ingin dilatih Frank mendatangi gym-nya, kemudian mendaftar. Berhari-hari ia berlatih, namun Frank tak memperhatikannya samasekali. Frank sibuk melatih Willie untuk ajang perebutan gelar.

            Namun pada suatu malam, Willie akhirnya meninggalkan Frank untuk bergabung dengan manajer lain. Frank menyadari kesalahannya selama ini yang selalu menghindari resiko dan membuang kesempatan emas. Tak lama, dilihatnya di gym seorang wanita yang terus berlatih selama sebulan tanpa samasekali diperhatikan oleh sang pelatih, Frank. Ia adalah Maggie.

            Latihan demi latihan dijalani Maggie yang kala itu membagi waktunya dengan bekerja sebagai pelayan rumah makan. Satu hal yang berbeda dari Maggie kala itu. Ia mempunyai daya juang yang luar biasa. Karena itulah, Frank terus dan terus melatih wanita 32 tahun ini, hingga ia dijuluki oleh Frank “Mo Cuishle”.
Maggie, Eddie, dan Frank

            Karir “Mo Cuishle” terus menanjak hingga akhirnya ia dapat tampil melawan seorang Juara Dunia. Dalam partai puncak ini, ia akan melawan petinju asal Jerman Timur, Billie “The Blue Bear”. Billie sang juara dunia yang terkenal akan permainan liciknya, terpontang panting dalam melawan Maggie yang notabene baru mempelajari tinju professional selama 1.5 tahun. Di akhir ronde kedua, Billie yang telah emosi melemparkan pukulan ke Maggie yang saat itu menuju titik netral untuk istirahat antar ronde. Maggie sama sekali tak siap. Ia tersungkur, jatuh dengan posisi leher menghantam kursi kayu tempat istirahat petinju.

            Sayup-sayup Maggie tersadar. Mendapati dirinya di rumah sakit, bersama Frank. Beberapa lama kemudian, ia mengetahui sebuah fakta yang mengerikan. Maggie tak sengaja mendengar percakapan dokter bahwa saraf tulang punggungnya rusak parah hingga tak bisa diperbaiki lagi. Dengan kata lain, ia akan menghabiskan seumur hidupnya berbaring di ranjang, hanya ditemani oleh selang oksigen.

            Selama beberapa saat, ia dapat menghibur dirinya sendiri. Frank telah berhasil mengembalikan senyuman di bibir Maggie rupanya. Namun hal tersebut tak bertahan lama. Kaki kiri Maggie yang tak bisa digerakkan mulai membusuk, hingga akhirnya diamputasi. Kali ini Maggie benar2 kehilangan semangat hidupnya. Maggie, seorang wanita 32 tahun dengan berbagai masalah pelik di keluarganya, yang dulu sangat bersemangat dalam tinju, mengatakan bahwa tinju adalah satu-satunya hiburan dalam hidupnya, kali ini meminta tolong kepada Frank dengan penuh keputusasaan. Ia meminta Frank untuk mengakhiri hidupnya.
kedua sosok ini saling mengisi kehidupan satu sama lain

            Alasannya sederhana, ia telah mencapai apa yang bahkan tidak bisa diimpikannya selama ini dalam hidupnya. Yakni “MENGALAHKAN” seorang Juara Dunia Tinju. Dan otomatis menjadikannya seorang juara di mata Frank, Maggie, Scarp, dan ane yakin banyak orang lainnya. Frank mengalami dilemma berat. Ia menangis di gereja. Mengadu kepada pastur. Sementara sang pastur mengatakan kepadanya mengenai dua poin; satu, bahwa ia telah melihat Frank datang ke tiap misa selama 23 tahun. Dan seseorang yang datang misa dengan frekuensi tersebut mempunyai tanda bahwa ia adalah orang yang tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Dan dua, jika ia melakukan apa yang diminta Maggie, ia akan tersesat selamanya.

            Nampaknya dari pertemuan tersebut, Frank mengambil satu dari dua nasehat pastur. Ia telah memaafkan dirinya sendiri dan mulai berhenti menyalahkan keadaan. Namun demikian, ia tetap tak bisa tinggal diam melihat Maggie yang terus menerus mencoba melakukan bunuh diri. Frank kemudian memantapkan keputusannya.

            Ia mendatangi Maggie yang sedang terlelap di malam hari. Dibangunkannya Maggie. Frank berkata kepadanya bahwa ia akan “menidurkan” wanita ceria tersebut. Maggie terdiam. Kemudian Frank, dengan menangis, berbisik pelan “Mo cuishle, means ‘my darling, my blood’”. Senyum pun kemudian muncul di bibir Maggie, dibarengi dengan sebuah tetesan air mata. Sebuah ekspresi terakhir yang timbul dari wajah Maggie Fitzgerald. Seorang “juara dunia” WBA kelas menengah.

            Frank pun kemudian meninggalkan ruangan. Tak lagi terlihat di Gym. Ia nampaknya telah berpindah ke suatu tempat lain. Mencari kedamaian.
Worth to Watch

Dari film ini, ane mendapat dua pesan:
1.  Dari Maggie; untuk meraih cita-cita, diperlukan pengorbanan dan pengambilan resiko. Makin tinggi, makin besar resikonya. Namun makin besar pula pencapaiannya. Dan selama seseorang berusaha menggapai impiannya, takkan ada yang dapat menghentikannya.
         2. Dari Frank; setiap orang pasti berbuat kesalahan. Namun tidak memaafkan diri sendiri adalah                        sebuah kesalahan yang amat besar. Masa lalu mungkin tetap terbayang, namun kita semua berhak                  untuk bahagia di masa depan.

No comments:

Post a Comment