Tentang Ane

Monday, February 9, 2015

4 Tipe Manusia Menurut Imam Al-Ghazali

        Belakangan ini ane sering terpikir mengenai pencarian “ilmu”. Yep, pikiran ini mungkin dilatarbelakangi oleh nilai ane yang masih jeblok, plus skripsi yang masih tertinggal dari teman-teman kebanyakan. Pasalnya, teman se-angkatan ane rata-rata udah pada habis SKS dan sekarang sedang nyicil skripsi. Sedang ane sendiri masih mengejar ketertinggalan SKS. Fyuuh. Emang sih, dalam 2 semester terakhir, udah ada perkembangan. Namun rasanya masih jauh dari cukup. Jadinya, ane pun sekarang masih berusaha belajar untuk bisa “belajar dengan baik”. Nah loh.   


       Dan ngomong-ngomong tentang belajar, masih terngiang di kepala ane, salah satu perkataan Bapak dulu.  Beliau membicarakan salah satu kata mutiara dalam bahasa Arab dari Imam Al-Ghazali; Bahwa dalam aspek “ilmu”, Imam Al-Ghazali menggolongkan manusia menjadi 4 tipe:


1. Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri
Tipe pertama yakni seseorang yang tahu (berilmu), dan dia sadar bahwa dirinya tahu (berilmu).  Seorang seperti ini kemudian haruslah diikuti. Hal ini dikarenakan ia memang berilmu dan berkemungkinan besar menularkan ilmunya pada orang lain, termasuk kita. Contoh dari orang tipe ini adalah guru, pelatih, ustadz, dan temen pinter yang mau ngajarin ilmunya.

2. Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri
Tipe kedua yakni seseorang yang tahu (berilmu), namun dia tidak sadar bahwa dirinya tahu (berilmu). Seorang seperti ini kemudian haruslah dibangunkan. Pasalnya, orang seperti ini sebenarnya mempunyai potensi untuk dapat bermanfaat dalam skala yang lebih luas. Namun ia diibaratkan masih “tertidur”; masih menyimpan ilmunya untuk dirinya sendiri. Bisa jadi karena dilandasi ketidaktahuan bahwa dirinya lebih berilmu daripada orang-orang di sekelilingnya. Contoh dari orang tipe ini adalah seorang yang hidupnya biasa, pergaulan sewajarnya, lurus dan damai-damai aja. Namun sebenarnya dibalik “kedamaian” hidup orang tersebut, katakanlah ia mampu hidup damai karena sebenarnya berhasil melewati berbagai halangan dan kesulitan berkat ilmunya. Bayangkan saja apabila orang seperti ini kemudian menyebarkan ilmu yang bermanfaat tersebut ke (minimal) orang-orang di sekelilingnya. Pasti akan jauh lebih bermanfaat. 

3. Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri
Tipe ketiga yakni seseorang yang tidak tahu (tidak berilmu), dan dia sadar bahwa dirinya tidak mengetahui (tidak berilmu). Seorang seperti ini kemudian haruslah dibimbing dan diajari. Nah, menurut ane disini, bahwa tipe mayoritas mahasiswa adalah tipe 2 dan 3. Bila manusia tipe 2 menurut Imam Al-Ghazali adalah orang yang sebenarnya pinter tapi ga sadar. Tipe 3 kebalikannya. Orang di tipe ini merasa membutuhkan banyak bimbingan dan ilmu dari orang lain, karena sadar bahwa dirinya masih mempunyai banyak kekurangan. Semangat ya.

4. Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri
Dan yang paling kasihan adalah tipe terakhir. Ia adalah seseorang yang tidak tahu (tidak berilmu), namun dirinya tak sadar bahwa dirinya tak mengetahui (tak berilmu). Seorang seperti ini (dikatakan) haruslah ditinggalkan. Yang dimaksud disini ialah tipe orang yang merasa selalu tahu terhadap segala sesuatu. Bila diajak diskusi, menggurui. Bila diberi nasihat, malah mengumpat. Tipe orang keras dan tak berilmu yang tak mau mengalah. Tinggalkan saja. Karena ia tak akan memberi manfaat. Kecualii.. bila kita  adalah tipe 1 yang sabar pula. Besar kemungkinan orang seperti ini masih dapat tertolong. Dan bila bisa menolong orang tipe ini, kamu keren.

Dalam kaitannya sehari-hari, menurut ane keempat tipe ini masih bisa dikategorikan penggunaannya dalam 2 level; Pertama, sebagai patokan dalam menilai overall seseorang/diri sendiri secara menyeluruh. Kedua, sebagai patokan dalam menilai bab/aspek ilmu tertentu dalam seseorang/diri sendiri.

Sebagai contoh.
Level 1: Si Fulan menilai dirinya sendiri sebagai manusia tipe 3 (Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri). Ia merasa demikian karena ia masih merasa bodoh secara keseluruhan, dan masih harus banyak belajar kepada siapa saja yang dianggapnya bisa memberikan ilmu.  

 Level 2: Si Fulan menilai dirinya sendiri pernah melalui bermacam kategori diatas. Hal ini dikarenakan bahwa ia memang pintar (dan percaya bahwa dia cukup tahu) di salah satu aspek seperti olahraga. Di bidang olahraga, ia tak segan-segan untuk memberikan tips-tips bagi temannya yang membutuhkan. Namun disisi lain, ia merasa amat bodoh dalam hal akademik, khususnya matematika. Ia sadar bahwa ia tak tahu, dan karena itu ia mencari ilmu dari salah satu teman yang pandai dalam aspek matematika.

Keduanya sama-sama bisa digunakan untuk menilai diri sendiri/seseorang. Hal ini berangkat dari asumsi yang paling umum; bahwa tak ada manusia yang sempurna. Dibalik kesempurnaan orang tipe 1, pasti masih kekurangan, hal yang dia pun tak pandai. Dan dibalik ketidaksempurnaan orang tipe 4, pasti ia pun masih mempunyai kelebihan. Layaknya quote dari biksu kesayangan kita semua, Tong San Cong, “kosong adalah isi. Isi adalah kosong”. Hahaha, mulai makin random. Stop ajalah.

Satu hal yang pasti, bahwa menilai orang/diri sendiri itu mudah. Namun yang menjadi tantangan adalah apa tindakan kita selanjutnya pada mereka/diri kita sendiri. Apakah akan kita ikuti ? bangunkan ? bimbing ? atau tinggalkan ? monggo.  

No comments:

Post a Comment