Tentang Ane

Thursday, September 5, 2013

Pencak Silat dan Tantangan Zaman

           Bagi sebagian orang, Pencak Silat seolah telah dicap sebagai beladiri yang diselimuti oleh unsur mistis, bahkan syirik. Ada juga yang menganggap bahwa budaya asli Indonesia ini sebuah beladiri yang “tidak bisa modern”. Pandangan seperti ini bukannya mengada-ada. Masih miskinnya peminat bila dibanding dengan beladiri lainnya menjadi sebuah saksi atas kenyataan ini.

            Sebagai kilasan, beladiri asli Indonesia yang bernama asli pencak, silat, silek, maupun apapun sebutannya ini merupakan budaya yang telah berusia ratusan tahun. Pencak silat digunakan oleh bangsa kita dari masa ke masa sebagai alat pertahanan diri, beladiri prajurit kerajaan, senjata dalam melawan penjajah di masa kolonial, hingga olahraga dan kompetisi di masa kini. Banyak aspek dalam beladiri ini yang membuatnya masih eksis dalam kurun waktu sekian ratus tahun tersebut hingga sekarang. Jika disebut, mungkin aspek beladiri, bina mental, pembentukan karakter, hingga aspek spiritual dan tenaga dalam. Kesemuanya merupakan satu kesatuan, atau boleh dibilang satu paket dengan pencak silat.

Problematika

           Sayangnya, kini timbul suatu kesalahpahaman pada salah satu aspek yang telah disebutkan sebelumnya. Sebuah “salah tafsir” dan unsur hiperbola (lebay) seolah telah melekat pada aspek spiritual dan tenaga dalam di pencak silat. Sebagian masyarakat kini telah memandang beladiri ini sebagai beladiri mistis, angker, musyrik atau semacamnya. Pandangan semacam ini tidak serta merta muncul secara otomatis. Karena perubahan zaman juga lah yang menjadi salah satu faktor perubahan pandangan masyarakat seperti ini. Selain itu, masih kurangnya pembangunan branding image pencak silat juga menjadi salah satu faktor tambahan. Kesan kampungan ataupun ketinggalan jaman seolah sudah bersatu dengan image beladiri yang juga tersebar di Asia Tenggara ini. Tak pelak, kondisi ini mengakibatkan pada turunnya jumlah peminat pencak silat. Lapangan tempat latihan dan gelanggang pertandingan pun tak seramai era 1980 an dulu.

Tak Kampungan

    Setiap masalah pasti ada alternatif solusinya. Yang harus dicari pertama adalah akar permasalahannya. Bila pencak silat memang dipandang kurang laris karena beberapa faktor diatas, maka ada beberapa alternatif yang mungkin dapat dicoba.

          Pertama, karena kesan pencak silat yang mistis di aspek spiritual dan tenaga dalam, maka kita sebagai pesilat dapat mencoba “merasionalkan” atau mencari penjelasan yang rasional. Sebagai contoh kasus, di Perguruan Pencak Silat Merpati Putih terdapat atraksi pematahan beton, es balok, kikir besi, bahkan baja per mobil dengan tangan kosong. Bila dilihat dari kacamata orang awam, hal ini terlihat mustahil dilakukan. Bagaimana mungkin tangan yang hanya terkomposisi dari otot, lemak, tulang, dan organ - organ kecil ini mampu mematahkan material - material tersebut ?  namun fenomena ini dapat dijelaskan secara logis. Dilansir dari Wikipedia Indonesia, tenaga yang digunakan dalam Merpati Putih adalah tenaga dalam yang didapat dari teknik olah napas. Pada orang biasa, tenaga asli tersebut dapat dilihat dan digunakan hanya pada saat orang bersangkutan dalam kondisi terdesak. Misalnya melompat pagar tinggi saat anjing mengejarnya di jalan yang buntu. Secara rasional, sel dalam tubuh manusia menghasilkan zat yang bernama Adenosine Triphospate(A.T.P) yang merupakan cadangan energi dalam tubuh. Maka dengan bantuan teknik olah napas, zat yang menjadi kunci tenaga tersembunyi manusia ini dapat dilatih untuk kemudian dapat digunakan dengan bebas. Penjelasan ilmiah semacam ini tidak hanya ada di Merpati Putih, namun juga hampir keseluruhan perguruan pencak silat. Bagaimana mereka bisa melakukan hal ini dan itu. Pasti semua ada penjelasan rasionalnya. Hanya mungkin masyarakat masih belum mendapatkan informasi seperti ini.

            Yang kedua, karena pencak silat masih terkesan kuno dan kampungan, maka sudah selayaknya kita mengubah “kemasan” nya. Seorang teman saya pernah berkata, bahwa dalam bisnis, kemasan adalah salah faktor utama yang mempengaruhi penjualan. Dan rasanya, “penjualan” atau promosi pencak silat pun tak jauh berbeda. Sampai saat ini,image beladiri ini nampaknya masih melulu tentang kesaktian, jaman dahulu, perang antar kerajaan, dan sebagainya. Entah di televisi maupun cerita komik. Hal seperti inilah yang menimbulkan kiasan bahwa pencak silat sudah tak lagi relevan di jaman sekarang. Jaman dimana semuanya serba rasional. Kemasan pencak silat pun harus diubah bila ingin tetap eksis di jaman ini. Misalnya, tak perlu lagi menunjukkan ilmu tingkat tinggi saat atraksi. Cukup perlihatkan ciri khas perguruan yang kiranya masih “masuk akal” bagi pandangan seorang awam. Selain itu, karena saat ini yang sedang populer adalah training beladiri praktis, yakni sebuah bentuk beladiri yang murni untuk “membela diri” di jalanan. Maka tak apalah bagi perguruan silat mengajarkan jurus – jurus sederhana dalam mengantisipasi penjahat, di hadapan penonton. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa bukan zaman yang mengikuti silat, namun silat yang mengikuti zaman.

           Terakhir, kita sebagai bangsa Indonesia musti bangga dengan budaya sendiri. Tunjukkan identitas bahwa kita ini seorang pesilat. Tak perlu malu, atau takut terkesan sombong dan pamer. Karena zaman sekarang ini bukan lagi jamannya bertindak secara sembunyi – sembunyi. Dengan menunjukkan bahwa kita bangga dan percaya diri dengan ikut pencak silat, maka akan timbul suatu kesan tersendiri bahwa memang komunitas silat itu membanggakan dan patut diikuti oleh semua generasi muda Indonesia.

usia senja tak menyurutkan semangat seorang pendekar dalam menunjukkan kebolehannya --Malioboro Pencak Festival 2013

brand pencak silat masa kini. Iko Uwais !

tak ada mantra, pun jampi-jampi. kuncinya adalah RAJIN LATIHAN :D

No comments:

Post a Comment