Pagi ini ketika aku sedang duduk santai di teras rumah, pandanganku langsung tertuju pada dirimu. Sebuah motor tua yang dibeli bapakku 16 tahun lalu, dan kini telah menemani hari-hariku. Seperti biasa, kau hanya terdiam. Berdiri kokoh dengan hanya bersandar pada satu kaki. Kerangka besimu pun meski mulai diselimuti karat, namun masih terlihat kuat. Melihat semua ini, terbayang kembali ingatan masa-masa kelas 3 SMP dahulu. Dimana kita mulai berlari bersama di jalanan.
Semenjak SD hingga SMP kelas 2 dahulu, kendaraan umum selalu jadi langgananku sehari-hari. Panas, ngetem kalau lagi sepi penumpang, berdesak-desakan kalau lagi rame penumpang, mendengarkan beraneka ragam jenis umpatan dan kata-kata kotor yang muncul dari mulut pak sopir, duduk berdampingan dengan mbak-mbak SMA cantik, semua itu telah menjadi keseharianku di angkot 07 jurusan Mojosongo. Memang sih kedengarannya agak kurang nyaman, namun aku menikmati itu semua. Meski demikian, tetap terbersit di pikiranku, saat aku melihat para anak SMA memacu motornya di jalan, "ah enak pake motor mungkin ya, bisa ngebut, ga pake lama". Keinginan kecil inipun terwujud saat aku memasuki kelas 3 SMP.
Ya, kelas 3 SMP, umurku pun belum sampai 17. "ah persetan" pikirku, "yang penting bisa naik motor, udah, tak perlulah yang namanya SIM ! hahaha". Kebetulan, motor pertamaku kala itu adalah sebuah motor lawas, namun keren menurutku. RX King namanya, motor jambret di era Orde Baru. Tarikan kencang, dan kemampuan ngebutnya pun membuatku tambah girang saat mengendarai motor yang satu ini. Sejak saat itu, ketika aku kebetulan sedang keluar pas malam hari, selalu kusempatkan untuk berlari tak karuan, ngebut dengan si motor jambret. Sampai suatu ketika, kebiasaan ngebutku inipun berdampak buruk. Kedua tanganku retak, karena terlempar jatuh dari motor akibat kebut-kebutan sewaktu perjalanan ke sekolah. Namun aku masih bersyukur kala itu hanya retak, dan bukan patah.
iki lho penampakane |
Memasuki SMA, motor favoritku ini pun kurubah sedikit penampilannya. Copot sana copot sini, ganti knalpot berisik. Yah, namanya juga anak SMA, wajar lah. Di jaman-jaman tersebut, aku malah makin suka menggeber motorku. Namun tak terlalu sering juga, karena knalpotku yang amat berisik, bikin pekak telinga sendiri malahan. Meski demikian, motor jambret ini tak sering rewel. Jarang aku membawanya ke bengkel. Bersyukur sekali diriku saat itu, hehehe. Namun, krisis pun melanda pada tahun 2009, tahun dimana BBM dinaikkan oleh pak presiden. Saat itu aku kebingungan, karena motorku yang notabene boros bensin, "wah, kantong keluarga bakal terkuras ini", pikirku. Tak berapa lama kemudian, bensin pun turun lagi, turun 2x malahan. "wow, ajaib meen", kataku yang tak sadar bahwa mekanisme penurunan BBM saat itu hanyalah agenda politik belaka. Walaupun begitu, aku tetap saja berusaha menghemat bensin bagaimanapun caranya, salah satunya adalah dengan nebeng ketika touring, kemudian patungan bensin untuk motornya. Ketimbang pakai motorku yang meski telah patungan antara sopir dan pembonceng, tetap saja jatuhnya mahal.
Setelah 3 tahun bergulir di SMA, aku dan si motor jambret kini pindah ke Jogja. Karena Alhamdulillaah aku diterima di salah satu universitas di sana. Motorku masih sama, hanya tanpa knalpot berisik lagi. Bisa tuli telingaku kalo memakai knalpot tersebut saat perjalanan bolak balik Solo-Jogja. Asyik memang rasanya bila mengenang tujuh tahun bersama si kuda besi dua tak ini. Meski aku sadar dia hanyalah benda mati, namun dia tetap akan menjadi salah satu favoritku. Sayangnya saat ini dilema tahun 2009 mencuat kembali. BBM naik karena APBN defisit. Dan kali nampaknya tak akan turun lagi. Pak presiden selaku penanggung jawab negara pun tampaknya malah tak terlalu bingung menghadapi hal ini. Melihat APBN nya defisit, pemerintahannya malah mengeluarkan kebijakan BLSM, bagi-bagi uang booyy. Tapi sudahlah, toh aku juga tak terlalu mengerti politik. Ringkasnya, aku galau apakah kelanjutan hubunganku dan motorku masih bisa terselamatkan ? ataukah aku harus beralih yang lain ? bingung aku. Selain itu, harapanku supaya pak presiden menghibur kegalauanku juga nampaknya tak akan terwujud. Kutunggu di TV, berita internet, ia tak kunjung muncul menghibur. "pemimpin kan mustinya mengayomi, apalagi bila rakyatnya lagi galau", pikirku. Namun sudahlah.
No comments:
Post a Comment