“Ahmad Fathonah”, sekarang siapa sih yang belum pernah denger nama ini ? bosen banget ndengerin dia di berbagai media, ya TV, ya koran, ya internet. Sore-sore pas spongebob iklan, ane mindah channel, yang keluar berita Ahmad Fathonah. Pindah lagi, keluar berita dengan topik yang sama, cocobi, bosen tenan.Kayaknya berita korupsi udah jadi materi wajib buat media kita. Tapi ngomong soal korupsi, ane punya pengalaman menarik terkait ceramah anti-korupsi. Jadi cerita pendeknya, ane ikut pelatihan dari dirmawa, trus ada materi yang mbahas anti-korupsi.
Langsung aja;
Pada suatu hari, setelah senam dan nonton power rangers di indosiar, kami, para peserta pun berkumpul di aula untuk kemudian masuk ke sesi materi.Sebelum dimulai, bapak pemateri yang ane gatau namanya siapa, memecah keheningan dengan cara yang unik, yakni dengan melemparkan pertanyaan padapeserta. Pertanyaannya cuman 2:
1. Ada berapa angka “1” dalam urutan angka 1-111 ?
2. Apa yang akan anda lakukan jika mendapat uang 500 juta rupiah ?
Penasaran ? ya coba pikir dulu, lalu jawab. Menurut bapak tersebut, kalo kita salah jawab pertanyaannya, berarti kita berpeluang untuk korupsi. Wow banget pikir ane, indikasi bahwa kita berpotensi korupsi di masa depan masak bisa diketahui dari 2 pertanyaan sederhana, udah kayak tes sidik jari di primag*ma aja.
Anyway, setelah ane berpikir2 dan njawab di catetan, ternyata setelah jawaban disebutkan, ane salah semua ! jawabannya adalah:
1. Ada 35
2. Ane pikir ini teka-teki biasa, jadi jawab aja deh “untuk investasi”. Eh ternyata salah, jawabannya ternyata, “ditanya dulu maksud si pemberi dalam member iuang”, apakah ada maksud tersembunyi ? apakah ada konsekuensinya ? dalam rangka apa dia memberi uang ?
“Oh iya ya”, cuman itu yang terlintas di kepala. Ane tersadar, ternyata ketelitian dan kewaspadaan menjadi kunci yang dapat menghindarkan kita dari korupsi,tentunya bila memang dari awal kita niat ikhlas buat kerja jujur. Gak lama kemudian, si bapak menjelaskan bahwa korupsi malah banyak terjadi di kalangan orang-orang pinter (kayak sarjana) yang emosinya kurang terkontrol. Bila terdesak keadaan, mereka dapat menghalalkan segala cara untuk lepas dari keadaan tersebut, termasuk dengan cara korupsi. Oleh karena itu, kita musti berpendirian dari awal, kita ini kerja untuk siapa, apakah untuk diri sendiri dan keluarga, atau apakah untuk bangsa. Hehe, tapi kontradiktif juga sih,mungkin bagi ane yang masih mahasiswa atau cowok dan cewek aktivis yang duduk di sekeliling ane sekarang, ngomong hal gituan tuh gampang, “kita jangan korup,musti berpendirian, bla bla bla”. Lha wong sekarang ane dan lainnya masih bebas, dalam artian gak punya tanggungan seperti anak istri, juga bebas dalam artian aktivitas organisasi kami masih relatif berada jauh dari lingkaran politik yang keras di luar sana.Coba kalo kita udah punya tanggungan keluarga terkasih, atau kalo kita udah masuk dalam suatu sistem dimana posisi tawar kita rendah (semisal kita jadi bawahan, dan kalo kita ga nurut atasan, kita bakal dipecat, dan otomatis kita ga bisa ngasih makan anak istri). Tekanan-tekanan kayak gitu lah yang memaksa orang masuk dalam zona “terdesak”, dan ujung-ujungnya segala jalan keluar pun dihalalkan, termasuk korupsi.
Jika mau melihat dengan seksama,mungkin saja banyak dari para pejabat korup sekarang yang dulunya merupakan mahasiswa aktivis yang bahkan suara dan semangatnya lebih dahsyat daripada kita. Namun seperti yang udah ane tulis tadi, bahwa kita para mahasiswa sebenernya masih melihat dunia dengan dua warna yang berbeda jauh, yakni hitam dan putih. Padahal setelah masuk dunia kerja, atmosfer “keras” akan sangat terasa, dan mungkin pandangan kita akan dunia akan berubah drastis setelah masuk “dunia” tersebut. Yang tadinya dua warna, hitam & putih, telah berubah jadi abu-abu… semuanya abu-abu, abu-abu dimana-mana.
Akan tetapi, bukan berarti buah pikiran ane yang sederhana ini serta-merta men-judge bahwa “ngapain menjadi idealis”, “ngapain jadi kritis”, dsb.Bukan juga men-judge mahasiswa aktivis dengan semangat ‘45 nantinya akan melempem atau malah korupsi pas kerja. Menjadi mahasiswa yang punya idealisme tinggi dan semangat membara itu perlu. Ya kalo nggak, siapa lagi yang akan memajukan negeri ini ?
Menurut ane, mumpung kita belum berpikir dan bertindak terlalu jauh dalam memperjuangkan idealisme kita, ada baiknya kita menilik sejenak ke dalam niat kita. Kita ini mau jadi apa sih ?apakah kita mau berguna buat bangsa ? kalo iya, ya dimulai aja dari memperbaiki diri sendiri, setelah itu coba menjadi bermanfaat bagi orang2 di sekitar kita,kalo udah ya terus dilakukan dengan konsisten. Syukur kalo nanti lingkup kebermanfaatan kita jadi makin lebar dan terus melebar. Jadi step by step lah dalam melangkahi kehidupan. Huff, semoga aja ane juga ga salah langkah. Baru mau melangkah soalnya, hehe.
No comments:
Post a Comment