Hari sudah beranjak gelap, sementara si Fulan masih saja meringsut di pojokan kamar kosnya. Kelaparan. Akhir bulan ini menyiksa sekali baginya. Kondisi usaha sang ayah yang bulan lalu baru saja gulung tikar secara langsung mempengaruhi Fulan. Hidupnya di perantauan kini pas-pasan.
Masih tak bergerak di pojokan, ia diam, sambil sesekali memegangi perutnya. Lapar dan tak punya uang untuk membeli makanan merupakan kombinasi yang sangat dahsyat. Fulan sadar, bahwa ia tak mungkin memaksa ayahnya untuk tetap mengirimkannya uang semata untuk kesejahteraan perutnya seorang. “ayah dan ibuku pasti saat ini lebih menderita daripada aku”, pikirnya. Namun si perut melilit ternyata tak mau bertoleransi, Fulan akhirnya keluar kos untuk menuju warung makan. Sengaja dicarinya warung makan yang ramai pembeli. Karena dari awal Fulan memang berniat untuk tak membayar makanannya, dan kemudian langsung menghilang di keramaian begitu ia kenyang. Dua puluh menit kemudian Fulan pun sampai di kos. Perutnya telah terisi penuh, sedangkan pengeluarannya nol rupiah. Ia lega.
Selepas sholat Isya, Fulan pun terdiam. Ada yang aneh dalam batinnya. Perasaan bersalah muncul ! Sebenarnya sore ini ia masih bisa ngutang makan ke teman kosnya, maupun ke teman lain. Namun hal tersebut tak dilakuannya lantaran sebuah “gengsi”. Fulan sejatinya adalah anak yang baik, tapi ia berharga diri tinggi. Jaim dan gengsi melekat di tabiatnya.
Rasa bersalah akibat dosa yang sengaja dilakukan Fulan terus membuncah dalam hatinya selama beberapa lama. Ia pun sadar, bahwa mencuri adalah perbuatan yang haram dilakukan, apapun kondisinya. Dengan mencuri, ia secara tidak langsung telah memutus sebagian rezeki warung tersebut. Masih banyak cara yang dapat ia lakukan untuk menghindari perbuatan tersebut. Di kemudian hari, Fulan pun tak ragu lagi untuk berutang, bahkan bekerja serabutan, semua dilakukan agar kesalahannya dulu tak terulang kembali.
Dalam perumpamaan diatas, dapat dilihat bahwa karakter Fulan mampu berubah karena sebuah rasa bersalah. Sebuah rasa yang didapatnya dari melakukan dosa. Sebagai manusia biasa, tak mungkin kita tidak melakukan dosa dan kesalahan. Pasti pernah, atau bahkan sering ? mari jawab masing-masing. Apapun macamnya, yang namanya dosa itu salah. Namun hal yang salah bukan berarti tidak penting, lantas diabaikan.
Dosa itu penting menurut saya. Karena dengan melakukan kesalahan, kita jadi tahu mana yang benar. Karena dengan melakukan dosa, kita jadi tahu apa arti penting sebuah pahala. Dan karena dengan berada di bawah, kita juga menjadi sadar, bahwa kita harus naik ke atas. Merasakan manisnya perjuangan untuk kembali ke jalan yang benar.
Akan tetapi, hal ini tidak lantas membuat kita harus beramai-ramai melakukan dosa terlebih dahulu, dengan tujuan supaya dapat menjadi lebih baik nantinya. Tak perlulah. Karena dengan kita hidup sebaik mungkin aja, pasti masih melakukan dosa kok, apalagi yang pengen berbondong-bondong bikin dosa duluan. Bukannya jadi baik, malah makin terjerumus malahan. Cukup dengan bekal “membuka mata” atau menyadari segala hal di sekitar kita. Sehingga fenomena apapun yang nampak, kita bisa memaknainya walau sedikit. Dengan “membuka mata”, kita akan dapat menyadari segala hal yang kita lakukan, termasuk kesalahan. Nah, kalo sudah sadar, tinggal pilih mau lanjut salah terus atau mau berubah jadi lebih baik.
NB: Cangkeman pancen gampang, tumindak e sing angel. Ngomong emang mudah, melakukannya yang sulit. Jadi, mari saling mengingatkan dan berusaha sebaik mungkin.
buka mata (hati) |
No comments:
Post a Comment