Sore ini ane mengalami kejadian yang
aneh.
Dimulai
pada sore hari sekitar pukul 16.00. Ane udah nyampe rumah. Istirahat di kamar.
Bosan menghampiri sejenak kemudian, ane buka laptop dan nonton film. Sewaktu
mata ini masih tertuju pada film di layar laptop, tiba-tiba terdengar ketukan
dari luar. “Assalamualaikum”. Ane pause film sebentar, mendengarkan. Ternyata
pas Bagong yang membukakan pintunya. “Kami dari Masjid A, kebetulan sedang ada
program dakwah”. Bagong yang masih setengah hidup, gara-gara baru bangun tidur
pun menjawab sekenanya. Tak lama kemudian, para tamu tersebut merasa tak enak
dan mempersilahkan Bagong untuk melanjutkan tidurnya. Sejenak berselang,
masuklah tamu-tamu tersebut ke ruang tamu kontrakan ane, menuju ke kamar Adi,
sambil berucap salam. Yap, mereka langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih
dahulu. Bagi ane, ini keanehan nomor 1.
Kami
bertiga: ane, bayek, dan adi pun keluar kamar untuk menyambut tamu yang
terhitung “kadang” berkunjung ini. Memang, program dakwah keliling dari Masjid
tsb sering diadakan. Kadang hingga ke kontrakan kami. Ane dan kawan-kawan pun merasa
sudah terbiasa dengan program ini. Program dimana sang ustad membawa “anak
buah” nya, berkenalan, bercerita sekaligus ta’lim selama 10 menit, kemudian
pergi lagi. Namun kali ini berbeda, saat itu salah satu anak buah sang ustad
(sebut saja Mas A), meminta waktu barang 10 menit. Ane pun mengiyakan dengan
tersenyum. Eh, tanpa disangka, kami diajak ke masjid, dan akan ditunggu hingga
kami siap. Bayek dan Adi pun saling berpandangan, sementara ane izin mandi
terlebih dahulu. Kami pun akhirnya berangkat.
Sampai
di masjid, ane yang notabene berangkat belakangan, celingukan mencari Bayek dan
Adi. “Ah, mereka lagi sholat ternyata. Oke, ane langsung masuk aja.” Dan ane
pun dengan polosnya masuk ke kerumunan kecil orang-orang bersorban dan bergamis
di dekat mimbar”. Kerumunan ini terdiri dari bermacam orang; ada yang sudah
tua, paruh baya, dan remaja sebaya ane. Namun semuanya memiliki kesamaan. Mereka
bergamis dan bersorban. Beberapa ada yang berjenggot amat panjang, dan beberapa
bersorban besar layaknya orang sekte Sikh di India.
Selang
beberapa lama, keanehan nomor 2 ane muncul. Saat Adi dan Bayek selese sholat,
mereka berdoa. Namun, sesi doa mereka kemudian dihentikan oleh Mas B, salah
satu anak buah ustad tadi. Adi dan Bayek diminta untuk bergabung ke forum. “Ah,
masak berdoa abis sholat aja sampe di-stop ?”, pikir ane. Namun, begitu mereka
duduk, forum tsb bubar. Kemudian, mereka membentuk forum baru. “Melingkari”
kami bertiga, seolah menginvestigasi sesuatu di diri kami. Ini keanehan nomor
3. Namun mereka kali ini terlihat ramah, menawarkan bermacam gorengan, roti,
serta teh.
Sang
ustad tadi, bersama beberapa orang mulai angkat bicara dan bertanya-tanya
kepada kami perihal keseharian. Mencoba membuka obrolan ringan. Kami pun
menjawab seadanya sembari menyeruput teh hangat dan mengunyah mendoan. Pembicaraan
yang harusnya santai ini berlangsung “menegangkan” (bagi ane). Hal ini
dikarenakan ane belum terbiasa bergaul dengan orang-orang semacam ini (baca; sekelompok
ustad bersorban, bergamis, dan berjenggot panjang2). Selain itu, timbul banyak
pertanyaan dalam kepala ini; Mengapa yang mahasiswa dan orang awam disini hanya
kami ? ; Mengapa majelis bubar begitu kami datang ? ; Dan langsung membentuk
forum baru yang “mengistimewakan” kami ? Kemudian, pada awalnya sang ustad
mengatakan bahwa ini adalah program masjid (?) namun saat ane klarifikasi,
ternyata dikatakan bahwa ini bukan program, tapi hanya perkumpulan biasa. Kenapa
mereka tak mengenalkan forum/organisasi/perkumpulan mereka ? Mereka malah sibuk
menanyai kami perihal keseharian. Padahal, dalam pembicaraan, banyak yang
mengatakan bahwa mereka berasal dari berbagai tempat (Bengkulu, Jakarta,
Surabaya), dan pernah ke berbagai tempat pula (Yordania, Malaysia, Pakistan). Perkumpulan
orang dengan skala perjalanan semacam itu pastilah minimal mempunyai nama. Namun
tak disebutkan sama sekali oleh mereka. Jujur, ane saat itu deg-degan. Entah berapa
macam pikiran aneh sudah hinggap di pikiran ini.
Pada
akhir percakapan, mereka mengajak kami untuk halaqah dan datang untuk
kajian-kajian sore. Yap, kami bertiga lantas hanya menjawab dengan senyuman. Kemudian
diiringi dengan pamitan.
Lewat
kejadian ini, ane berintrospeksi pula. Disatu sisi, ane deg-degan dan khawatir;
apa sebenarnya perkumpulan itu ? memang ane akui ane suudzon. Karena jika
dilihat dari sisi jumlah, mungkin mereka sedang halaqah, tapi penampilannya
yang tak biasa… membuat ane kurang nyaman. Ditambah lagi keanehan-keanehan
tadi. Namun disisi lain, ane sadar bahwa ane ternyata tak tahu apa-apa tentang
Islam. Ane dari bulan Januari kemarin berusaha beberapa kali mengirim tulisan
ke koran. Isinya hampir semua mengenai anti-Islamofobia. Tapi sore tadi telah
membuktikan, bahwa ane sendiri malah tergolong orang yang terjangkit
Islamofobia.
*malu sendiri deh. hehe. semoga kedepan bisa belajar lagi dan ga gampang suudzon