Tentang Ane

Thursday, April 9, 2015

Duh Ustad Asing



Sore ini ane mengalami kejadian yang aneh. 

            Dimulai pada sore hari sekitar pukul 16.00. Ane udah nyampe rumah. Istirahat di kamar. Bosan menghampiri sejenak kemudian, ane buka laptop dan nonton film. Sewaktu mata ini masih tertuju pada film di layar laptop, tiba-tiba terdengar ketukan dari luar. “Assalamualaikum”. Ane pause film sebentar, mendengarkan. Ternyata pas Bagong yang membukakan pintunya. “Kami dari Masjid A, kebetulan sedang ada program dakwah”. Bagong yang masih setengah hidup, gara-gara baru bangun tidur pun menjawab sekenanya. Tak lama kemudian, para tamu tersebut merasa tak enak dan mempersilahkan Bagong untuk melanjutkan tidurnya. Sejenak berselang, masuklah tamu-tamu tersebut ke ruang tamu kontrakan ane, menuju ke kamar Adi, sambil berucap salam. Yap, mereka langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Bagi ane, ini keanehan nomor 1. 

            Kami bertiga: ane, bayek, dan adi pun keluar kamar untuk menyambut tamu yang terhitung “kadang” berkunjung ini. Memang, program dakwah keliling dari Masjid tsb sering diadakan. Kadang hingga ke kontrakan kami. Ane dan kawan-kawan pun merasa sudah terbiasa dengan program ini. Program dimana sang ustad membawa “anak buah” nya, berkenalan, bercerita sekaligus ta’lim selama 10 menit, kemudian pergi lagi. Namun kali ini berbeda, saat itu salah satu anak buah sang ustad (sebut saja Mas A), meminta waktu barang 10 menit. Ane pun mengiyakan dengan tersenyum. Eh, tanpa disangka, kami diajak ke masjid, dan akan ditunggu hingga kami siap. Bayek dan Adi pun saling berpandangan, sementara ane izin mandi terlebih dahulu. Kami pun akhirnya berangkat. 

            Sampai di masjid, ane yang notabene berangkat belakangan, celingukan mencari Bayek dan Adi. “Ah, mereka lagi sholat ternyata. Oke, ane langsung masuk aja.” Dan ane pun dengan polosnya masuk ke kerumunan kecil orang-orang bersorban dan bergamis di dekat mimbar”. Kerumunan ini terdiri dari bermacam orang; ada yang sudah tua, paruh baya, dan remaja sebaya ane. Namun semuanya memiliki kesamaan. Mereka bergamis dan bersorban. Beberapa ada yang berjenggot amat panjang, dan beberapa bersorban besar layaknya orang sekte Sikh di India. 

            Selang beberapa lama, keanehan nomor 2 ane muncul. Saat Adi dan Bayek selese sholat, mereka berdoa. Namun, sesi doa mereka kemudian dihentikan oleh Mas B, salah satu anak buah ustad tadi. Adi dan Bayek diminta untuk bergabung ke forum. “Ah, masak berdoa abis sholat aja sampe di-stop ?”, pikir ane. Namun, begitu mereka duduk, forum tsb bubar. Kemudian, mereka membentuk forum baru. “Melingkari” kami bertiga, seolah menginvestigasi sesuatu di diri kami. Ini keanehan nomor 3. Namun mereka kali ini terlihat ramah, menawarkan bermacam gorengan, roti, serta teh.  

            Sang ustad tadi, bersama beberapa orang mulai angkat bicara dan bertanya-tanya kepada kami perihal keseharian. Mencoba membuka obrolan ringan. Kami pun menjawab seadanya sembari menyeruput teh hangat dan mengunyah mendoan. Pembicaraan yang harusnya santai ini berlangsung “menegangkan” (bagi ane). Hal ini dikarenakan ane belum terbiasa bergaul dengan orang-orang semacam ini (baca; sekelompok ustad bersorban, bergamis, dan berjenggot panjang2). Selain itu, timbul banyak pertanyaan dalam kepala ini; Mengapa yang mahasiswa dan orang awam disini hanya kami ? ; Mengapa majelis bubar begitu kami datang ? ; Dan langsung membentuk forum baru yang “mengistimewakan” kami ? Kemudian, pada awalnya sang ustad mengatakan bahwa ini adalah program masjid (?) namun saat ane klarifikasi, ternyata dikatakan bahwa ini bukan program, tapi hanya perkumpulan biasa. Kenapa mereka tak mengenalkan forum/organisasi/perkumpulan mereka ? Mereka malah sibuk menanyai kami perihal keseharian. Padahal, dalam pembicaraan, banyak yang mengatakan bahwa mereka berasal dari berbagai tempat (Bengkulu, Jakarta, Surabaya), dan pernah ke berbagai tempat pula (Yordania, Malaysia, Pakistan). Perkumpulan orang dengan skala perjalanan semacam itu pastilah minimal mempunyai nama. Namun tak disebutkan sama sekali oleh mereka. Jujur, ane saat itu deg-degan. Entah berapa macam pikiran aneh sudah hinggap di pikiran ini. 
 
            Pada akhir percakapan, mereka mengajak kami untuk halaqah dan datang untuk kajian-kajian sore. Yap, kami bertiga lantas hanya menjawab dengan senyuman. Kemudian diiringi dengan pamitan. 

            Lewat kejadian ini, ane berintrospeksi pula. Disatu sisi, ane deg-degan dan khawatir; apa sebenarnya perkumpulan itu ? memang ane akui ane suudzon. Karena jika dilihat dari sisi jumlah, mungkin mereka sedang halaqah, tapi penampilannya yang tak biasa… membuat ane kurang nyaman. Ditambah lagi keanehan-keanehan tadi. Namun disisi lain, ane sadar bahwa ane ternyata tak tahu apa-apa tentang Islam. Ane dari bulan Januari kemarin berusaha beberapa kali mengirim tulisan ke koran. Isinya hampir semua mengenai anti-Islamofobia. Tapi sore tadi telah membuktikan, bahwa ane sendiri malah tergolong orang yang terjangkit Islamofobia. 

*malu sendiri deh. hehe. semoga kedepan bisa belajar lagi dan ga gampang suudzon 

No comments:

Post a Comment