Pagi ini rasanya masih selo. Burung-burung
berkicau di kejauhan, sinar mentari menembus jendela dengan pola garis
panjangnya, dan kipas angin di kamar masih tetap konsisten menggelengkan
kepalanya. Pagi yang selo nan nikmat ini seringkali menenggelamkan ane dalam
atmosfir kenyamanan. Dan atmosfir demikian sudah ane rasakan selama 2 bulan
terakhir. “Huff, ga baik juga nih kalo nganggur terus”, pikir ane tiap beberapa
hari sekali.
Fase nganggur ane sekarang ini mulai
mengingatkan betapa kontras hari ane sekarang dibandingkan dua bulan yang lalu.
Ketika saat itu, ane ditawari kesempatan untuk melakukan survey marketing di
Solo oleh Mas Arief. “Wah kebetulan nih, bisa buat ngisi waktu”, batin ane. Pada
awal bulan Desember, ane bertemu dengan rekan setim untuk membahas kerjasama
dalam menyelesaikan survey. Tim kami awalnya terdiri dari tiga orang enumerator,
dan satu orang supervisor. Namun baru beranjak pada hari kedua, seorang
enumerator mengundurkan diri. Alasannya karena “berat”. “Waduh, repot nih
jadinya kalo 1 ilang, padahal kuota total 140 responden yang dibutuhin buat
survey”, gumam ane. Akhirnya kuota-per-orang dalam mencari responden pun
meningkat. Dari yang awalnya 45 responden per orang, jadi 65-70 per orang.
sumber pride-indonesia.com |
Selang
beberapa hari berjalan, memang ane dapati survey ini lumayan sulit. Kami harus
mencari responden berdasarkan kuota kategori umur, pekerjaan, kesejahteraan,
dan kelurahan tertentu. Jadi tak boleh sembarangan dalam mengambil responden. Misalnya,
di Kecamatan Jebres kami mendapat jatah mengampil sample responden di
lima kelurahan. Kelurahan A, B, C, D, E. Berarti memang di kelima kelurahan
tersebut, lingkup kami dalam mencari responden. Mengambil responden dari
kelurahan F, G, H misalnya, tidak diperbolehkan. Kemudian di banyak kelurahan
tersebut, kami juga harus mendapatkan responden dari usia 11 hingga 44 tahun,
dan hal tersebut dikelompokkan juga. Misalnya harus mendapatkan 5 orang usia
11-15, 7 orang usia 16-24, 9 orang usia 24-35, dst. Dan yang paling merepotkan
adalah mencari responden berdasarkan kategori pekerjaan dan kesejahteraan. Karena
disebut bahwa kami harus mencari segelintir orang yang hidupnya masih
menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak, dan segelintir orang lain
yang berprofesi sebagai Direktur. Anjaaayy. Pikiran kami sendiri makin pusing
tatkala deadline tim molor, dikarenakan jam kerja yang kurang efektif. Setiap
hari kami berangkat pukul 10-11 pagi (karena kalau terlalu pagi, malah
mengganggu kegiatan rumah tangga masyarakat), bekerja hingga pukul 17-18. Terkadang
malah hanya sampai pukul 15.00. Dengan waktu tersebut, kami hanya bisa mendapat
maksimal 5 orang. Kenapa ? karena tiap wawancara, minimal berdurasi 45-50
menit. Dan hujan deras rutin mengguyur Solo tiap sore. Sehingga jika bukan
dikarenakan kelelahan ngomong (karena tiap wawancara direkam), kami direpotkan
dengan hujan. Mantap gaaann. Namun hal ini ternyata lumrah, karena hampir tiap
tim yang tersebar di Indonesia ternyata juga terlambat deadline. Hahaha.
Akhirnya
mau tak mau, tim kami ngebut. Ane, Mbak Aster yang paling berpengalaman di
survey, dan Mbak Kalim sang supervisor. Tapi tetap saja, kepanikan berhasil
mengalahkan ane kemarin. Ane yang baru pertama kali merasakan dunia survey
lapangan ini hanya bisa memenuhi kuota 45 orang pertama. Kemudian ane
memutuskan mundur. Yah, terkadang rasa sesal hinggap di hati karena
meninggalkan mbak-mbak se tim yang baik tersebut. Apalagi Mbak Aster selagi
survey, masih sempat ngurus anak-anaknya dan kegiatan Natal. Salut banget buat
kamu mbak ! Yang pasti pengalaman kemarin menjadi salah satu gambaran bagi ane
bahwa dunia kerja itu tak semulus yang dibayangkan. Pasti lebih banyak lagi
tantangan yang menanti di depan. Dan ane harus selalu siap, mengingat kesalahan
ane di pekerjaan terakhir tak boleh terulang, serta harus lebih mampu tahan
banting lagi berdasar pengalaman terakhir. Bismillaah ! Ayo ikhtiar !
ilustrasi. sumber cpps.ugm.ac.id |