Bagi ane sendiri, “isu” LGBT
sebenarnya adalah masalah. Kenapa ? Bukan karena ane mengamini pendapatnya Pak
Nasir, FPI, atau Manny Pacquiao. Pertama, ane menganggap isu LGBT sebuah
masalah, karena LGBT sama sekali tidak normal. Manusia dan makhluk hidup
lainnya diciptakan secara berpasang-pasangan. Dengan tujuan agar dapat
melanjutkan keturunan. Ini logika paling mendasar. Kedua, mengenai orientasi
seksual dari para LGBT. Hingga kini, belum diketahui secara pasti mengenai
penyebab perilaku penyimpangan orientasi seksual tersebut. Namun jawaban
terdekat mengarah kepada 2 sumber: genetik dan lingkungan. Sumber pertama
penyebab LGBT diasumsikan berasal dari genetik, yang berpengaruh di hormon.
Atau yang kerap disebut, “bawaan sejak lahir”. Memang dalam hal hormon,
terdapat beberapa kasus bahwa di pria dan wanita, kadang terdapat hormon yang
berlebihan; kelebihan estrogen pada pria dan testosteron pada wanita. Sehingga
mereka dikatakan berpotensi untuk menjadi penyuka sesama jenis setelah dewasa. Namun
jumlah kasus seperti ini terhitung sangat sedikit. Serta orang yang mengalami
gangguan ini, tidak serta merta menjadi LGBT. Namun mengapa kaum LGBT berjumlah
cukup banyak ? Yakni karena adanya faktor penyebab kedua, yaitu lingkungan.
Lingkungan berperan penting dalam mengembangkan orientasi seksual pada LGBT.
Misalnya pada contoh anak yang kurang kasih sayang ayah/ibu, trauma dan
pelecehan seksual di masa kecil, kekecewaan pada lawan jenis, pencarian
pelampiasan, dll. Semuanya dapat menjurus ke pertumbuhan sifat LGBT di masa
dewasa.
Bila dilogika, permasalahan sosial
yang terdapat pada faktor lingkungan, tentunya jauh lebih banyak dan lebih
mudah mempengaruhi tumbuhnya sifat LGBT pada generasi muda, bila dibandingkan
dengan faktor murni genetik. Sedangkan faktor “masalah sosial” di lingkungan,
tentunya bukan faktor mutlak yang sudah tidak bisa dirubah. Ia masih bisa
diatasi dengan banyak cara dan usaha. Seperti mengadakan pendekatan ke kaum
LGBT dengan cara-cara yang humanis dan tidak diskriminatif. Dengan tujuan untuk
mengubah persepsi mereka tentang seksualitas, ke arah yang lebih “normal”
menurut norma dan agama. Dan sekali lagi, pendekatan untuk mengubah keadaan ini
hanya bisa dilakukan bila kita telah menyingkirkan pikiran “diskriminatif” dari
mindset kita. Sehingga kita tetap menerima para individu LGBT sebagai
kawan yang harus dibantu, namun masih dengan tegas menolak perjuangan “isu”
LGBT.
No comments:
Post a Comment