Tentang Ane

Saturday, July 25, 2015

Review: Eternal Sunshine of the Spotless Mind


            Setelah browsing2 kemarin, akhirnya ane nemu film yang pengen coba ane tonton. Judulnya Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Ah, dari judulnya aja, ane udah ga mudeng. Tapi dari ngliat beberapa review di internet, katanya bagus nih film. Daan download, langsung tonton.

            Film ini dimulai dengan menceritakan secuil rutinitas sang tokoh utama, Joel (Jim Carrey). Joel merupakan pegawai kantoran biasa, dengan kehidupan sosial dan rutinitas yang biasa pula. Namun di suatu pagi, Joel tiba2 lari dari kereta dimana ia harusnya berangkat. Ia berlari ke arah gerbong lain. Sebuah kereta menuju Montauk. Joel bingung kala itu. Ia jarang mengikuti instingnya, dan melakukan sesuatu hal dgn tiba2. “I’m not an impulsive person…”, gumamnya. Sesampainya di Montauk, ia hanya berjalan, berkeliling, ke pantai, pertokoan. Namun yang aneh adalah dia kerap kali berpapasan dengan wanita berambut biru. Merasa keduanya kerap berpapasan, wanita berambut biru dan Joel pun berkenalan. Ia bernama Clementine (Kate Winslet). Mereka pun berbincang sepanjang kereta berjalan ke arah kota asal mereka. Yap, ternyata mereka tinggal di kota yang sama. Selang beberapa lama, mereka pun menjadi lebih akrab. 

kenalan (lagi)
            Scene berikutnya dimulai saat Joel menangis. Clementine ternyata menjalani sebuah prosedur medis; penghapusan memori tentang Joel, setelah sebelumnya mereka sempat bertengkar hebat. Joel yang sakit hati pun kemudian mendatangi sang dokter untuk menjalani prosedur yang sama. Namun dikala prosedur berjalan, Joel ternyata mengubah niatnya. Prosedur tersebut sendiri dilakukan dengan cara si pasien masuk ke alam bawah sadarnya. Ia kemudian mengulang kembali satu demi satu memori yang pernah ia jalani bersama “target” yang ingin dihapus. Dengan kata lain, ia mengulang lagi memori yang pernah ia jalani bersama Clementine. Hanya bedanya, setelah satu memori usai, maka "Clementine" akan hilang dari ingatan Joel. Hal tersebut berulang terus menerus hingga Joel akhirnya lupa sama sekali siapa Clementine. Namun di tengah perjalanan, Joel mengubah niatnya. Karena ada 1 memori manis yang tidak ingin Joel lupakan. Akhirnya, ia dan “imajinasi Clementine” dalam pikirannya mencoba berbagai cara agar memori Clementine di otaknya tak terhapus. 

 
prosedur penghilangan ingatan
        Saat yang mengharukan terjadi dikala mereka berdua sudah tak bisa lagi bersembunyi dari “the eraser”, Stan (yg jadi Hulk di Avenger) dan Dr. Howard (Tom Wilkinson). Mereka telah berada di ujung tanduk, mereka sampai pada memori pertama mereka berkenalan; di pantai (bukan di kereta, sebagaimana scene pertama tadi). Joel dan “imajinasi Clementine” sadar bahwa memori tentang gadis tersebut akan segera hilang dari otak Joel. Mereka kemudian saling bertatapan, sembari “imajinasi Clementine” berbisik pelan pada Joel. “Meet me at Montauk”. 

            Disinilah penonton (ane) mulai ndomblong, dan cuman mengernyitkan dahi, sembari bilang, “hah ??”. Karena saat prosedur selesai, Joel ternyata berangkat kerja seperti biasanya. Namun saat menunggu kereta, ia tiba2 lari menuju kereta lain…tujuan Montauk. Ya, kembali ke scene pertama. Kelanjutannya dapat dibaca lagi pada paragraph pertama disini.

            Di saat bersamaan, kantor Dr.Howard (dokter yang ngilangin memori), ternyata ada konflik. Sehingga sang asisten mengembalikan semua catatan wawancara pasien sebelum memorinya dihilangkan. Termasuk rekaman Joel dan Clementine yang ternyata sebelumnya telah menjalani hubungan selama 2 tahun. Mereka yang saat itu baru saja berkenalan (lagi), mendengarkan kaset wawancara mereka dahulu, bergantian. Bagaimana Clementine marah terhadap Joel, sehingga ia memutuskan untuk melupakannya. Dan bagaimana Joel sakit hati karena Clementine sudah melupakannya hanya karena konflik.

Joel dan "imajinasi Clementine"
            Clementine pun menyesal, kemudian menangis dan berkata pada Joel, bahwa ia akan meninggalkan Joel seperti sebagaimana mestinya. Namun Joel mengejar gadis tersebut. Clementine lalu mengatakan padanya bahwa hubungan mereka akan selalu penuh dengan kekurangan. Karena Joel dan Clementine adalah manusia yang berbeda, dan mereka penuh dengan kekurangan, “I’m not perfect !”, ujarnya. Namun kemudian Joel tersenyum, sembari berkata “Okay”. Dan sedetik kemudian, mereka berdua menangis sembari tertawa, “okay, okay”. Tertawa, sambil menyadari bahwa kekurangan mereka lah yang menjadikan mereka dapat saling melengkapi. 

            Film ini juga memberikan hikmah bahwa destiny has its own path. Bahwa sejauh apapun Joel dan Clementine menjauh, mereka tetap dapat dipertemukan kembali. Bahkan sebelum Joel hilang ingatan, sesuatu membisikkannya, “Meet me at Montauk”. What a mystery, right ? but oddly, I believe that. Nothing is just a coincidence, and everything happens for a reason.

Oh, God. How I miss her…

Friday, July 24, 2015

Wuee Dadi Poster e

Fyuuh, setelah semalaman belajar Photoshop. Akhirnya jadi juga. Bikin ginian itung2 biar makin semangat nggarap skripsinya. 

Photoshop asik juga ya. Besok2 belajar lagi ah, biar bisa ngedit muka orang2. Hwkekekek.

(Menolak) Berpikir Negatif dalam Tolikara



        Akhir2 ini ramai orang2, baik di medsos ataupun di media2 lain membicarakan konflik di Tolikara. Ya, ane rasa semua udah tau kasusnya. Tentang masjid yang terbakar. Entah disengaja ataupun tidak, oleh sekelompok pemuda dari GIDI. Berita ini kemudian meluas ke seantero tanah air dengan bantuan medsos dan berita2 media massa. Namun sayangnya, berita tersebut tersebar dengan berbagai macam variasi; ada yang mengatakan bahwa masjid tsb sengaja dibakar, ada yg bilang bahwa pemuda GIDI hanya membakar kios tapi api merembet ke masjid; ada yang mengatakan bahwa ini ulah oknum yang ingin memecah kerukunan umat beragama, dll. Berbagai berita tersebut pun bahkan dilengkapi oleh bumbu yang seolah membuat validitasnya “jelas” dan “terjamin”. Seperti kalimat pembuka, “menurut Ustadz A yang menjadi blablabla di Papua…”, atau menurut Pendeta B yang sekaligus menjadi blablabla…”. 

Kebakaran masjid dan kios di Tolikara

            Bermacam berita tersebut kemudian dilepaskan ke masyarakat, dan banyak yang dilepas ke media sosial. Termasuk berita provokatif. Bagi orang yang mau berfikir, mungkin tak serta merta dapat ikut terprovokasi. Namun kenyataan di media sosial tidak demikian. Banyak dari masyarakat medsos yang mudah tersulut kata2 provokatif dari berita yang tidak sehat. Misalnya, ketika masjid Tolikara terbakar. Beberapa kelompok Islam di Solo langsung mengangkat panji dan mengajak masyarakat melalui medsos. Mereka kemudian beramai2 menutup salah satu gereja GIDI di Solo. Aah, sudahlah ~ mungkin kalian lelah. Itu kan balas dendam namanya. Ibarat si A yang Kristen, memukul B yang Islam (entah sengaja memukul/tidak). Kemudian si C, sepupu si B, membalasnya dengan memukul si D, yang merupakan saudara si A. Padahal sebelumnya si C dan D ini tak pernah ada masalah. Dan semua ini terjadi karena… Yap, berita provokatif.

            Dan meski ane juga awam dalam hal agama, setau ane Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, “rahmat bagi seluruh alam”. Asal kata “Islam” sendiri juga dari kata “salam” yang berarti “selamat”. Nah, selamat buat siapa ? ya bagi seluruh alam. Agama ini banyak mengajarkan perdamaian, seperti konsep sederhana tentang habluminallah (hubungan ke Allah) dan habluminannas (hubungan sesama manusia). Artinya, dalam Islam sebenarnya lebih memprioritaskan perdamaian ketimbang permusuhan. Rasulullah aja diludahi tiap hari sama pengemis buta, malah dikasih makan si pengemisnya, disuapi lagi. 


ayo broh
              Sama halnya dengan kita dalam menyikapi kasus Tolikara (atau kasus manapun). Boleh dan wajar jika kita sempat berprasangka, bahkan benci. Karena itu manusiawi. Tapi dalam hal tindakan, jelas tak boleh bila kita membalas dengan kebencian. Ingat bahwa Om Newton pernah berkata bahwa jumlah reaksi pasti sama dengan aksi yang dibuat. Bila kita ikut2an dalam hal negative, apalagi sampai bertindak negative, seperti penutupan gereja secara sepihak dan tanpa alasan rasional yang jelas. Maka suatu hari akan ada pihak yang membalas perlakuan kita. Namun korbannya mungkin bukan kita, melainkan saudara seiman kita ditempat lain



             Dan daripada melakukan hal demikian, lebih baik untuk kita berbuat aksi nyata. Seperti sedekah ke mereka yang membutuhkan. Bisa lewat kotak infaq masjid, lembaga sosial seperti Dompet Dhuafa, atau bahkan lewat website crowdfunding seperti https://kitabisa.com/ . Lebih baik lagi bila kita mampu merangkul teman2 non-muslim untuk bisa “satu suara” dengan kita. Karena Jihad tak melulu soal kekerasan bukan ?