Tentang Ane

Thursday, July 2, 2015

Perkenalan Ekonomi Kerakyatan Ala Revrisond Baswir



             Akhirnya kemaren ane sempet ndengerin “kuliah”nya Pak Revrisond Baswir, pada saat kultum beliau pasca tarawih di Gelanggang. Beliau adalah dosen FEB, dan bergerak di bidang ekonomi kerakyatan. Di UGM, Pak Revrisond ini menjabat sebagai Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan. Di luar, beliau menjabat sebagai salah satu jajaran komisaris BNI. FYI, beliau ini adalah salah satu dosen yang ane kagumi. Ane pertama kali mendengar pemikirannya, dari kawan2 se kontrakan ane yang anak FEB. Zukhruf, Bagong, Bayek, bahkan Saukat dulu bercerita mengenai pemikiran salah satu dosen mereka yang “kelainan”. 

            “Kelainan” disini bukan berarti agak miring lho ya. Bukan. Pemikiran beliau ane sebut “kelainan” karena diantara dosen-dosen FEB lainnya, bahkan dosen Fisipol yang berfokus ekonomi, pemikirannya amat berseberangan. Beliau menganut pandangannya sendiri, yakni ekonomi kerakyatan. Yang berarti, suatu keputusan ekonomi idealnya diambil oleh banyak elemen masyarakat dengan cara partisipasi. Bukan hanya oleh segelintir orang yang mempunyai modal (capital). 

Dengan kata lain, ekonomi kerakyatan ini adalah lawan dari kapitalisme; sebuah paham yang menggunakan capital sebagai sentral gerakan perekonomian. Kenapa hingga beliau sebut “lawan” ? karena dalam sistem kapitalisme, capital seseorang menjadi senjata utamanya dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kekuatan seseorang/satu pihak diukur dengan berapa banyak capital yang ia miliki. Metode penambahan capital sendiri dilakukan dengan cara persaingan bebas di pasar. Daan, kalo udah mainnya persaingan bebas di pasar, berarti mereka bermain zero sum game. Kemenangan satu pihak, berarti kekalahan di pihak lainnya. Ketika satu pihak berhasil menjadi sosok dominan di pasar (entah sendiri/bekerjasama dengan lainnya), maka produk nya kan laku. Otomatis capital nya akan menjadi besar. Dan bagi mereka yang kurang laku, capital nya bakal jadi kecil. Terus kalah, terus tersingkir dari pasar deh. Keadaan pun menjadi layaknya hukum rimba. 
"mini" market tenanan ki


   Menurut Pak Revrisond, ekonomi kerakyatan dapat menjawab permasalahan kapitalisme tersebut. Karena sistem ini berfokus pada “pemerataan”, bukan pada penumpukan capital. Pemerataan berarti sumberdaya ekonomi dapat dibagi secara merata di masyarakat. Yang dinamakan modal/capital, bukan lagi milik perseorangan. Namun menjadi milik bersama. Keputusan ekonomi pun dibuat bersama, dengan musyawarah. Beliau kemudian memberikan contoh konkret sistem ini, yakni koperasi. Dalam koperasi, modal dimiliki oleh bersama melalui iuran anggota. Keputusan pun dibuat bersama melalui musyawarah anggota. Bahkan laba pun dibagi bersama, dengan jatah yang proporsional, melalui Sisa Hasil Usaha (SHU). Inilah yang dinamakan ekonomi kerakyatan, praktek yang selaras dengan demokrasi (impian) kita; dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. 

Kelihatan ideal banget ya ? apalagi buat orang sosialis. Namun dalam praktek pelaksanaannya. Ekonomi kerakyatan dan koperasinya ini terganjal banyak sekali hambatan. Yang pertama dan terbesar adalah hambatan dari kondisi masyarakat kita saat ini yang telah terlanjur “biasa wae” dengan kapitalisme. Kita merasa wajar, bila sekedar membeli snack ke Alfm**t atau Indom***t, itupun pas jam2 biasa, dimana ada toko kelontong di samping kosan kita yang menjual produk yang sama. Kita merasa biasa, bila membeli kopi di Starb*** atau donat di Dunk**. Padahal produk yang sama juga dijual di kedai2 dan kafe2 lokal. Kita merasa kekinian, bila membeli produk fashion di gerai2 asing, ketimbang membeli di gerai2 dan butik lokal. Dan masih buanyak lagi contoh lainnya. Intinya, mindset orang Indonesia sendiri lah yang menjadi akar permasalahannya disini.

dari ugm.ac.id: Revrisond Baswir
Tidak dipungkiri, bahwa rasa nasionalisme memegang peranan penting disini. Tanpa rasa nasionalisme, ekonomi kerakyatan tak akan berjalan optimal. Mengapa ? karena sederhananya; kini kapitalisme telah tertancap kuat dalam pikiran kita. Padahal kapitalisme adalah produk asing, sekaligus lawan dari ekonomi kerakyatan yang merupakan cita2 Indonesia. Berarti kan untuk bisa cinta produk Indonesia (ekonomi kerakyatan), perlu mindset nasionalis dahulu untuk menghapus rasa cinta terhadap produk asing tadi bukan ?


          Kesimpulannya, ekonomi kerakyatan adalah sistem yang sangat cocok untuk Indonesia. Karena sistem ini fokus pada pemerataan, serta mampu memperkuat kelas menengah sebagai kelas mayoritas di Indonesia, untuk menggusur dominasi para pemilik capital. Pak Revrisond memperjuangkan sistem ini dengan caranya sendiri, cara dosen sekaligus tenaga ahli. Sedangkan kita, yang masih jadi kotoran kuku ini, bisa memperjuangkan sistem ini dengan cara kita sendiri. Yakni dengan kata kunci; memberi untuk mensejahterakan orang lain. Misal; beli di toko kelontong, beli di temen yang sedang melakoni entrepreneurship, banyak2 infaq dan sedekah ke pihak yang membutuhkan (ini juga sosialisme gan, dapet pahala pula), mengurangi beli produk asing, dll. Bila ada yang mbaca, semoga yang sedikit ini bisa menambah wawasan. Bila ada yang mbaca dan ga cocok, kritik yo gapapa. Hahahah.

No comments:

Post a Comment