4
November 2016 adalah hari yang biasa saja bagi ane. Bangun pagi, mentari
bersinar cerah, sore dan malamnya berangkat melatih 2 kolat; UNS dan Manahan. Tenang
rasanya. Namun beda halnya dengan puluhan ribu orang (ada yang bilang ratusan ribu, belum teridentifikasi) di Jakarta sana. Mereka
sejak jauh2 hari telah berangkat bersama menuju Jakarta. Mungkin mereka tiba di
Ibukota beberapa hari sebelum 4 November. Mengisi hari-harinya dengan rapat
konsolidasi massa, berlatih yel-yel, briefing rundown, memastikan
koordinator tiap wilayah, menjaga agar kebutuhan makanan tetap lancar, dan
tentu saja, mengingatkan tiap individu akan tujuan demo kali ini. Hanya 1
keinginan mereka; Adili Ahok !
Demonstrasi
super besar yang digerakkan oleh tokoh-tokoh kondang seperti Habib Rizieq,
Ustad Arifin Ilham, dan Aa Gym ini menuntut agar Ahok diadili. Lantaran telah
menistakan agama. Ahok sendiri sebenarnya telah meminta maaf di depan pers. Namun
apa daya, umat Islam Indonesia terlanjur sakit hati. Kali ini Ahok terkena
lemparan boomerang-nya sendiri. Istilah “Mulutmu Harimaumu” kini mungkin
sangat melekat di benak Gubernur DKI tersebut. Ia bersembunyi di rumah. Dikawal
oleh satu kompi Brimob berjumlah 100 personil.
Di waktu
yang sama, ane melihat dari layar kaca bagaimana puluhan ribu orang memenuhi
ruas-ruas jalan Ibukota. Penuh sekali. Semua berpakaian putih. Mengumandangkan yel-yel,
dzikir, dan takbir. Pasti megah rasanya ! Berada di tengah puluhan ribu kaum
muslimin yang mengumandangkan takbir. Dibawah panasnya terik mentari Ibukota. “Mungkin
ibadah haji kayak gitu juga kali yak”, gumam ane. Namun pemandangan tersebut
hanya sebentar ane saksikan. Sudah jam 14.30, saatnya berangkat melatih, hehe. Tugas
negara juga ini.
Sepulang
melatih pada jam 22.30, ane langsung merebahkan diri, sembari buka hape. Banyak
sekali pesan di grup WA yang menggambarkan situasi lanjutan demo tadi siang. Ternyata,
demo berakhir ricuh. Situasi ini sebenarnya tidak mengherankan. Karena makin
banyak orang terlibat, makin besar pula probabilitas terjadinya anarki. Mengingat
beberapa faktor seperti: kelelahan, emosi, hawa panas Jakarta, adanya
oknum-oknum yang sengaja memperkeruh suasana, dll. Sayang sekali.
Dalam hati pun, sebenarnya ane juga masih penasaran mengenai demo ini secara keseluruhan. Kenapa demo anti-Ahok ini begitu besar ? Apa karena penistaan agama ? Padahal masih banyak pihak penista agama yang didemo tidak sebesar hari ini. Misalnya saja para teroris di Indonesia, juga para koruptor berpeci, yang bahkan mengkorupsi dana pengadaan Al-Qur’an dan Haji. Menurut ane itu sebuah penistaan agama yang luar biasa. Tapi apa mereka didemo sebesar ini ? Tidak. Kedua, apa karena Ahok pemimpin non-muslim dan dianggap kafir ? Bisa jadi. Tapi Ahmadiyah pun yang beberapa tahun lalu sempat heboh, tak juga mendapat demo sebesar ini. Padahal jelas Ahmadiyah menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul terakhirnya. Ketiga, dan yang paling memungkinkan adalah isu Pilkada Ahok.
Selama masanya menjabat, Ahok sering pukul sana-sini, konflik dengan Haji Lulung dan DPRD DKI, konflik dengan Walikota Jakarta Utara, warga, Kementerian Kelautan, aktivis lingkungan, dan BPK. Itu baru yang ketahuan, bisa jadi ada konflik-konflik lain. Intinya, Ahok bisa memusuhi siapa saja. Termasuk orang kuat. Ia tak kenal kompromi. Sebuah gambaran pemimpin yang bagus sebenarnya. Jika ditambah dengan kinerjanya membenahi ibukota dalam waktu hanya 2 tahun. Namun ini politik. Sangat dinamis dan pragmatis. Bisa jadi pihak-pihak yang tak suka dengan Ahok, berkonsolidasi untuk membekingi demo. Karena demo sekaliber 4 November, ane rasa hanya bisa terwujud melalui lobi dan bekingan dana yang luar biasa besar. Ahok yang tak kenal kompromi, pasti sadar akan resiko ini. Bahwa ketika restu tak dipenuhi, maka retaliasi dari lawan politik selalu membayangi. Fyuuh, sori ya kalo tulisannya mirip konspirasi. Hehe.
Masya Allah. sangar banget. sumber: Merdeka.com |
No comments:
Post a Comment