Duo Pewaris. sumber: FB KBMP |
Pasca
UKTNas selesai, maka Tradisi pun dimulai. Acara ini sejatinya adalah acara
Napak Tilas dari para pendiri MP, yakni Sang Guru dan Mas Pung. Karena dahulu,
Mas Pung kecil sering diajak oleh ayahnya, Pak Saring Hadi Poernomo (Sang
Guru), untuk berlatih di pantai, hutan, dan gumuk pasir Parangkusumo. Meskipun
sering berlatih di Parangkusumo, rumah keduanya sebenarnya berlokasi di
Jogjakarta. Mereka berdua berangkat ke Parangkusumo dengan cara tradisional;
Pak Saring bersepeda, dan Mas Pung berlari mengikuti sang ayah dari belakang.
Kegiatan keduanya dalam berlatih di Parangkusumo itulah yang berusaha
direpresentasikan oleh kegiatan Tradisi. Sehingga acara ini selain menjadi
ajang silaturrahim, juga merupakan ajang pembelajaran bagi semua anggota
Merpati Putih.
Acara
Tradisi berdurasi sama dengan UKTNas, yakni 2 hari 1 malam. Di hari pertama,
peserta dibagi menjadi 2 kloter. Kloter pertama akan diarahkan untuk
“berpetualang” melalui Gunung Botak - Parangtritis - kembali ke Padepokan
Parangkusumo. Sedang kloter kedua akan naik bus untuk berziarah ke makam Sang
Guru, Mas Pung, dan Mas Budi, di desa Ngulakan, Wates, Kulonprogo. Melalui napak tilas dan ziarah tersebut, diharapkan peserta dapat lebih mengenal para sosok pendiri Merpati Putih. Acara pertama di Tradisi ini juga berusaha menanamkan rasa persaudaraan antar peserta. Dengan cara mengelompokkan para peserta menjadi antar tingkatan, bukan antar cabang. Hal ini membuat para peserta mau tak mau harus berkenalan dengan rekan satu kelompok mereka, terlepas dari cabang mana mereka berasal.
Acara kemudian berlanjut di siang hari dengan agenda “Pembukaan” Tradisi, disambung dengan sesi “Penyamaan Gerak”,
dan “Jamasan”. Sesi Penyamaan Gerak yang dimaksud disini ialah latihan bersama. Latihan berisi materi gerak yang seyogyanya akan dibahas dengan detail, kemudian disamakan. Sehingga kedepannya, seluruh cabang MP di lingkup Nasional, mempunyai pemahaman gerak yang sama. Kemudian menjelang petang, peserta diajak untuk mengikuti sesi
“Menghantar Matahari Terbenam” di "Papan Suwung" (sebutan untuk gumuk pasir Parangkusumo). Sesi ini mengajak para peserta untuk bermeditasi sejenak. Merenungkan masa lalu masing-masing. Sembari menghapus semua sifat negatif dalam diri, seiring dengan tenggelamnya mentari.
Agenda berikutnya berlanjut di malam hari. Dimulai
dari pemutaran video sejarah MP, “Wejangan” dari para senior, “Renungan Malam” di Pantai Parangkusumo, dan “Napak
Tilas” hingga subuh. Paginya, peserta akan mengikuti sesi “Menyongsong Matahari
Terbit”, disusul dengan minum “Air 7 Sumber”, “Pelantikan peserta UKTNas”, dan
terakhir “Penutupan”.
Gumuk Pasir Parangkusumo. Wajib dikunjungi. sumber: FB Anan Rosyid |
Jika
dilihat sekilas, rangkaian acara Tradisi sangatlah padat dan memerlukan
mobilitas tinggi, dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini juga lah yang
menjadi godaan tersendiri bagi para peserta. Beberapa peserta mungkin lelah
atau malas mengikuti beberapa acara. Panitia pun sebenarnya juga tidak mengikat
para peserta untuk mengikuti seluruh rangkaian Tradisi. Namun justru disinilah letak
perjuangannya. Bagi mereka yang lelah, tidak mengikuti 1-2 acara sebenarnya
tidak apa. Hitung-hitung untuk beristirahat. Namun sebenarnya, lebih baik bagi
para peserta untuk mengikuti seluruh rangkaian acara. Apalagi untuk para
anggota baru. Karena Tradisi sebenarnya adalah ajang pembelajaran untuk lebih
mengenal MP. Bagaimana sejarahnya, siapa pendirinya, darimana asal-usulnya,
siapa saja yang kini terlibat didalamnya, berapa cabang MP di Indonesia, dll,
semuanya bisa terjawab dalam acara Tradisi. Selain itu, pepatah mengatakan,
“Tak kenal maka tak sayang”. Maka untuk bisa sayang, yaa harus kenalan dulu
doong. Hehe.
Grup MP Solo berkesempatan bertemu pendiri MP Solo, Mas Yuwono (Tengah, pakai nomor dada). sumber: FB Anan Rosyid |
No comments:
Post a Comment